Artikel ini terakhir diperbarui pada Maret 14, 2024
Table of Contents
TikTok Menghadapi Potensi Larangan di AS
Perkenalan
Masa depan TikTok di Amerika Serikat tampak suram karena Dewan Perwakilan Rakyat AS membayangi rancangan undang-undang yang berpotensi menyebabkan pelarangan TikTok. RUU tersebut menggarisbawahi perasaan takut warga Amerika karena mereka menduga RUU tersebut menjadi pintu gerbang bagi pemerintah Tiongkok untuk mengambil data pribadi.
Proposal
RUU tersebut disahkan dengan mayoritas 352 suara mendukung, dibandingkan 62 suara menentang. Namun syarat usulannya tetap tidak langsung mengenai pelarangan TikTok. Proposal tersebut memperbesar tekanan pada ByteDance, perusahaan induk TikTok di Tiongkok, untuk menjual aplikasi berbagi video pendek tersebut. Validitas tindakan ini tergantung pada persetujuan pemerintah Beijing yang tampaknya masih belum pasti. Jika kesepakatan ini tidak terwujud, larangan implisit akan menjadi keputusannya. Pemberlakuan tersebut akan membatasi ketersediaan TikTok di toko unduhan Apple dan Google, termasuk penyedia hostingnya.
Perdebatan dan Oposisi
Karena hal ini dapat menghambat kebebasan berekspresi warga Amerika, usulan tersebut menimbulkan perdebatan sebelum pemungutan suara akhir. Di antara suara-suara yang berbeda pendapat adalah Massie dari Partai Republik yang menyatakan keprihatinannya. Anggota Kongres dari Partai Demokrat dan tokoh politik terkenal, Alexandria Ocasio-Cortez, menyuarakan pendiriannya menentang proposal tersebut. Menurut dia, sifat tergesa-gesa dalam penyusunan RUU ini patut dipertanyakan. Ia juga meyakini perlunya penjelasan publik mengenai masalah keamanan nasional sebelum melakukan pemungutan suara mengenai undang-undang tersebut. Namun, beberapa orang seperti rekan partainya Nancy Pelosi, mantan Ketua DPR, mendukung RUU tersebut. Pelosi memandang aplikasi tersebut sebagai ancaman terhadap demokrasi melalui penyebaran informasi yang salah. Dalam kata-katanya, RUU tersebut bertujuan “membuat TikTok lebih baik”.
Jalan di depan
Dengan disahkannya RUU tersebut oleh DPR, masa depan TikTok kini berada di tangan Senat. Undang-undang tersebut akan mencapai persetujuan Presiden Biden hanya jika disahkan melalui Senat. Dia sudah menunjukkan kesediaannya untuk menandatangani RUU tersebut. Meskipun sudah jelas bahwa para anggota DPR akan mendukung usulan tersebut, dukungan dari Senat masih belum pasti karena mereka semakin menunjukkan kritik terhadap usulan tersebut. Dalam situasi mencekam ini, TikTok pun tak ketinggalan. Perusahaan berencana untuk memanfaatkan ketidakpastian ini dan tidak akan melakukan upaya apa pun untuk melakukan lobi terhadap usulan larangan tersebut. CEO TikTok yang kebetulan berada di Washington minggu ini berencana memanfaatkan waktu ini untuk meyakinkan sebanyak mungkin senator bahwa larangan ini adalah pilihan yang buruk. Selain itu, jika proposal tersebut disetujui, TikTok pasti akan mengambil tindakan hukum untuk memblokir undang-undang tersebut. Perusahaan berencana untuk berjuang sekuat tenaga untuk menjaga keberadaan aplikasinya di AS.
Dampak Lebih Luas
Ketika larangan terhadap TikTok diberlakukan di AS, dampaknya akan terasa luas, termasuk di negara-negara seperti Belanda. Joey Scheufler, direktur Prappers, sebuah agensi yang berspesialisasi dalam pembuatan video TikTok untuk perusahaan dan pemerintah, mengantisipasi konsekuensi penting dari kebijakan ini. Ia menjelaskan, “Banyak video yang ditonton pengguna Belanda berasal dari Amerika. Intinya, semua tren berasal dari Amerika, yang kemudian direplikasi oleh banyak kreator dan influencer di Belanda.”
Kesimpulan
Scheufler menyimpulkan bahwa meskipun larangan tersebut tidak berlaku di seluruh dunia, dampaknya bisa sangat besar. Ini bisa menandai awal dari berakhirnya platform ini, terutama karena pengguna mungkin tertarik pada alternatif seperti Reel Instagram atau YouTube Shorts.
Larangan TikTok
Be the first to comment