KTT Global tentang Mengatasi Bahaya AI Dimulai di Bletchley Park

Artikel ini terakhir diperbarui pada November 2, 2023

KTT Global tentang Mengatasi Bahaya AI Dimulai di Bletchley Park

Dangers of AI

Pertemuan Tingkat Tinggi untuk Mengatasi Risiko dan Peraturan Kecerdasan Buatan

Hal ini menjadi agenda utama semua pemimpin dunia: bagaimana kita menguasai kecerdasan buatan, AI? Di satu sisi, hal ini dipandang sebagai ‘bahaya bagi manusia’ yang dapat menciptakan senjata biologis atau mempengaruhi pemilu. Pada saat yang sama, hal ini dapat menjadi alat yang ampuh untuk kebaikan, seperti mengembangkan obat-obatan baru dan meningkatkan efisiensi di berbagai bidang.

Politisi, ilmuwan, dan perusahaan teknologi besar dari seluruh dunia berkumpul di Inggris hari ini dan besok untuk membahas isu-isu krusial ini di AI Safety Summit. KTT ini, yang pertama di tingkat ini, akan berlangsung di Bletchley Park, sebuah lokasi simbolis di mana para pemecah kode Inggris berhasil memecahkan kode Enigma Jerman selama Perang Dunia II.

Para Pemimpin Global dan Raksasa Teknologi Berkumpul

Daftar tamu KTT tersebut sangat mengesankan, termasuk Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, miliarder teknologi Elon Musk, CEO PBB Antonio Guterres, dan Wakil Presiden AS Kamala Harris. Meskipun konflik dengan Hamas sedang berlangsung, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga berpartisipasi dalam pembicaraan tersebut. Belanda mengirimkan Menteri Luar Negeri Van Huffelen untuk Digitalisasi.

Inggris, sebagai pasar AI terbesar kedua di dunia setelah AS dan Tiongkok, bertujuan untuk memainkan peran penting dalam mengatur teknologi yang berkembang pesat ini. Meskipun UE berharap untuk menyelesaikan UU AI dalam beberapa bulan dan Amerika Serikat mengeluarkan keputusan presiden minggu ini, Inggris baru saja mulai mengatasi masalah ini.

“Jika kita salah memahami hal ini, AI akan lebih mudah mengembangkan senjata kimia atau biologi. Teroris dapat menggunakan AI untuk menyebarkan ketakutan dan kehancuran dalam skala yang lebih besar. Dalam skenario yang paling tidak mungkin terjadi, bahkan ada risiko bahwa umat manusia akan kehilangan kendali sepenuhnya,” Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak memperingatkan, menyoroti potensi risiko yang terkait dengan AI.

Sunak bertujuan untuk mencapai kesepakatan di antara semua pihak yang terlibat, termasuk Tiongkok dan Amerika Serikat, yang saat ini terlibat dalam konflik yang semakin meningkat mengenai pasokan chip. Fokus utama dari perjanjian ini adalah mengatasi risiko yang terkait dengan AI, dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan luas dari negara dan perusahaan.

Menuju Tujuan Yang Jelas

Meskipun AI berada di garis depan diskusi di seluruh dunia, masih terdapat kurangnya konsensus mengenai apa yang sebenarnya perlu dilakukan. Marietje Schaake, direktur kebijakan teknologi di Universitas Stanford, menyoroti perlunya kejelasan lebih lanjut, dengan mengatakan, “AI ada dalam agenda di mana pun, semua orang ingin melakukan sesuatu, namun ini adalah perlombaan menuju tujuan yang tidak jelas. Karena apa sebenarnya yang harus dilakukan?”

Mark Brakel, direktur kebijakan di Future of Life Institute, melihat pertemuan puncak ini sebagai tonggak penting. Organisasinya, yang bertujuan untuk memitigasi risiko ekstrem dari teknologi, memprakarsai surat terbuka pada bulan Maret yang menyerukan penghentian sementara pengembangan AI. Ia menyarankan untuk melihat AI melalui kacamata perubahan iklim dan mendesak tindakan yang lebih proaktif untuk mengatasi potensi dampak AI.

Pentingnya Penggunaan dan Regulasi yang Bertanggung Jawab

Baik pembuat kebijakan maupun pelaku industri sepakat bahwa peraturan dapat mendukung pengembangan AI yang bertanggung jawab. Gary Brotman, perwakilan startup AI asal Inggris, Second Mind, menjelaskan, “AI sendiri hanyalah algoritme komputer yang tidak memiliki niat jahat. Mereka hanya menjalankan perintah. Dana tersebut harus digunakan secara bertanggung jawab, dan peraturan dapat membantu dalam hal ini.” Tantangannya terletak pada pembuatan pedoman yang mendorong inovasi sekaligus memastikan praktik yang etis dan aman.

Virginia Dignum, Professor of Responsible AI, menggambarkan analogi antara AI dan lalu lintas, dengan menyatakan, “Semua peraturan tersebut tidak harus sama di semua negara, namun Anda harus percaya bahwa peraturan semacam itu ada di mana-mana.” Ia menekankan pentingnya menetapkan standar global untuk mencegah pemusatan kekuasaan hanya di tangan raksasa teknologi.

Mekanisme Pengendalian dan Pelaporan

Selain pertemuan puncak tersebut, Perdana Menteri Sunak mempunyai inisiatif lain yang sedang direncanakan. Hal ini mencakup pembentukan lembaga keamanan untuk memantau dan mengatur perangkat lunak AI, serta jaringan pakar yang serupa dengan panel iklim IPCC PBB. Tujuannya adalah untuk memiliki mekanisme pelaporan tahunan untuk melacak perkembangan lanskap AI. PBB juga melakukan upaya serupa.

Bahaya AI

Bagikan dengan teman

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*